BRUSSEL, 5 Desember 2025 – Parlemen Eropa mengesahkan sebuah resolusi yang menyerukan pembatasan ketat terhadap akses anak-anak di bawah usia 16 tahun ke media sosial dan layanan chatbot kecerdasan buatan (AI). Resolusi yang disahkan oleh mayoritas anggota pada Rabu (26/11/2025) waktu setempat ini merupakan respons terhadap kekhawatiran yang meluas mengenai sifat adiktif platform digital.
Dalam resolusi tersebut, Parlemen Eropa secara tegas menyatakan bahwa anak sebaiknya tidak diberikan akses ke media sosial sebelum mencapai usia 16 tahun. Untuk anak berusia antara 13 hingga 16 tahun, penggunaan media sosial dan AI hanya boleh dilakukan melalui persetujuan khusus dari orang tua.
BACA JUGA : Krisis Pengetahuan di Era Digital: Bahaya Konten Pendek, Filter Bubble, dan Runtuhnya Otoritas Kepakaran
Fitur Adiktif Menjadi Sorotan Utama
Anggota Parlemen Eropa (MEP) menilai bahwa platform digital saat ini dipenuhi dengan fitur yang sengaja dirancang untuk mendorong kecanduan (addiction). Fitur-fitur yang disorot meliputi:
- Infinite Scrolling: Konten yang terus berjalan tanpa akhir saat digulir.
- Autoplay Video: Video yang otomatis memutar konten berikutnya.
- Push Notification Berlebihan: Peringatan yang terus-menerus menarik perhatian pengguna.
- Sistem Reward: Sistem pemberian imbalan atas penggunaan situs atau platform secara berulang.
Christel Schaldemose, MEP dari Partai Sosial Demokrat Denmark yang merancang resolusi ini, menekankan bahwa “fitur berdesain adiktif” sering kali terintegrasi dalam model bisnis platform digital. Ia mengutip sebuah studi yang menemukan bahwa satu dari empat anak dan remaja menunjukkan pola penggunaan ponsel pintar yang “problematik” atau “disfungsional,” yang menyerupai perilaku kecanduan.
“Bukan hanya orang tua. Masyarakat juga perlu turun tangan dan memastikan bahwa platform media sosial menjadi tempat yang aman bagi anak di bawah umur, tetapi hanya jika mereka telah mencapai usia tertentu,” ujar Schaldemose.
Kebijakan Australia Sebagai Acuan Eropa
Dorongan resolusi ini tidak lepas dari perhatian Komisi Eropa terhadap kebijakan yang diterapkan di negara lain. Komisi Eropa saat ini tengah mengkaji kebijakan baru Australia, yang rencananya mulai bulan depan akan menerapkan larangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, sebelumnya menyatakan akan memantau implementasi kebijakan Australia dan berjanji akan membentuk panel ahli pada akhir tahun untuk memberi saran tentang pendekatan terbaik dalam melindungi anak-anak.
Di Prancis, desakan serupa juga muncul. Laporan ahli yang diminta Presiden Emmanuel Macron menyarankan agar anak-anak tidak diberi ponsel pintar sebelum usia 13 tahun dan baru diizinkan menggunakan media sosial saat mencapai usia 18 tahun.
Penolakan dari Amerika Serikat dan Internal UE
Meskipun lolos dengan dukungan mayoritas (483 suara setuju berbanding 92 menolak dan 86 abstain), resolusi ini menuai kritik:
- Kedaulatan Keluarga: Beberapa anggota parlemen, seperti Kosma Zotowski dari kelompok Konservatif dan Reformis Eropa (Polandia), menilai Uni Eropa “berlebihan.” Ia berpendapat bahwa keputusan mengenai akses digital anak seharusnya menjadi kewenangan keluarga di tiap negara anggota, bukan ditentukan di Brussel.
- Tekanan AS: Penolakan keras juga datang dari Gedung Putih. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mendesak Uni Eropa untuk mencabut undang-undang digitalnya, dengan alasan aturan tersebut perlu lebih “seimbang.”
Menanggapi tekanan AS, beberapa MEP menunjukkan sikap menolak. Stéphanie Yon-Courtin, MEP asal Prancis, menegaskan bahwa perlindungan anak adalah prioritas non-negosiasi. “Hukum digital kita tidak untuk dijual. Kita tidak akan mundur dari perlindungan anak hanya karena miliarder asing atau perusahaan teknologi besar memintanya,” tegasnya.
Resolusi ini disahkan hanya seminggu setelah Komisi mengumumkan penundaan perubahan pada Undang-Undang Kecerdasan Buatan dan undang-undang digital utama lainnya, menunjukkan bahwa isu perlindungan anak tetap menjadi perhatian utama yang mendesak.


