Jakarta – Penyaluran bantuan pangan beras yang ditargetkan untuk periode November hingga Desember 2025 dilaporkan mengalami keterlambatan signifikan. Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, mengungkapkan bahwa realisasi penyaluran hingga saat ini baru mencapai 18% dari total target 365.000 ton.
Baca Juga : Gonjang-ganjing Kepemimpinan PBNU: Surat Keputusan Pemberhentian Gus Yahya Dinyatakan Tidak Sah
Bantuan pangan beras ini ditujukan untuk meringankan beban ekonomi masyarakat dan akan disalurkan kepada 18,2 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia.
Biang Kerok Keterlambatan: Penambahan Minyak Goreng
Rizal Ramdhani menjelaskan bahwa rendahnya capaian penyaluran yang baru mencapai 18% tersebut disebabkan oleh adanya penambahan komoditas baru dalam paket bantuan, yaitu minyak goreng.
“Untuk yang bulan Oktober-November, ini sudah mencapai sekitar 18%, karena kami mulai kemarin di awal ataupun pertengahan bulan November. Kebetulan karena kemarin ada penambahan minyak goreng. Jadi, kami menunggu minyak gorengnya kemarin, sehingga memang agak terlambat sedikit,” kata Rizal usai meninjau penyaluran di Kantor Kelurahan Marunda, Jakarta Utara, Rabu (27/11/2025).
Selain beras, pemerintah memang menambahkan bantuan berupa 73 juta liter minyak goreng. Setiap penerima bantuan pangan ditargetkan menerima 4 liter minyak goreng per orang. Kebutuhan untuk menyinergikan jadwal pengadaan dan distribusi dua komoditas sekaligus inilah yang menjadi faktor utama penundaan.
Mekanisme Pengadaan Minyak Goreng yang Berbeda
Rizal juga menjelaskan perbedaan mekanisme pengadaan antara beras dan minyak goreng yang turut memengaruhi kompleksitas distribusi:
- Pengadaan Beras: Dikendalikan dan dikelola secara langsung oleh Perum Bulog.
- Pengadaan Minyak Goreng: Bulog harus bekerja sama dengan pihak eksternal. Pengadaan minyak goreng disinergikan dengan 65 perusahaan pabrikan minyak goreng yang memiliki kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) dan bermitra dengan Bulog.
Keterlibatan banyak pihak dalam pengadaan minyak goreng memerlukan koordinasi yang lebih intensif dibandingkan beras, yang pada akhirnya memengaruhi kecepatan penyaluran ke PBP.
Sinyal Keberlanjutan Program di Tahun 2026
Mengenai keberlanjutan program bantuan pangan serupa di tahun 2026, Rizal Ramdhani menyatakan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya akan disesuaikan dengan arahan dari pemerintah pusat dan kebutuhan riil masyarakat.
Meskipun demikian, Bulog berharap program bantuan pangan seperti saat ini dapat tetap berlanjut. Rizal menekankan bahwa kebijakan ini harus diputuskan melalui rapat koordinasi terbatas tingkat Menteri Koordinator Bidang Pangan dan rapat terbatas bersama Presiden.
“Penambahan bantuan pangan ini memang sesuai dengan usulan kebutuhan pangan dari masyarakat, yang pertama. Kedua juga hasil putusan rapat koordinasi terbatas tingkat Menko Pangan dan ratas bersama bapak residen, dan ini harus ada kebijakan dari pimpinan,” pungkasnya. “Dan mudah-mudahan nanti tahun 2026 juga masih ada program-program ini untuk meringankan beban-beban dari masyarakat yang ekonominya kurang mampu.”
Program bantuan pangan ini dinilai sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah di tengah fluktuasi harga komoditas pangan.



