Asia Tenggara – Bentrokan bersenjata kembali meletus di perbatasan Thailand dan Kamboja, dipicu oleh tuduhan saling melanggar gencatan senjata. Eskalasi konflik terbaru ini menjadi sangat serius setelah Thailand melancarkan serangan udara dan kembali mengerahkan jet tempur F-16. Peristiwa ini tidak hanya mengakibatkan tujuh warga sipil Kamboja tewas dan tiga prajurit Thailand gugur, tetapi juga memaksa puluhan ribu warga dari kedua negara mengungsi, memicu kekhawatiran akan dampak keamanan regional yang lebih luas.
Insiden ini kembali menyoroti jurang perbedaan yang mencolok dalam kekuatan militer kedua negara, terutama dalam aspek kemampuan udara.
BACA JUGA : Kecelakaan Militer Rusia: Pesawat Angkut Antonov AN-22 Jatuh, Seluruh Awak Meninggal Dunia
Kesenjangan Anggaran dan Personel
Analisis dari lembaga internasional seperti International Institute for Strategic Studies (IISS) dan Global Firepower (GFP) menunjukkan ketimpangan yang signifikan:
| Kategori | Kamboja | Thailand | Rasio Thailand : Kamboja |
| Anggaran Pertahanan (2024) | $1,3 miliar (sekitar Rp 21 triliun) | $5,73 miliar (sekitar Rp 95 triliun) | $\approx 4,4 : 1$ |
| Total Personel Aktif | 124.300 | $>360.000$ (termasuk wajib militer) | $\approx 2,9 : 1$ |
| Personel Angkatan Darat | $\approx 75.000$ | $245.000$ | $\approx 3,3 : 1$ |
Dominasi Absolut Thailand di Udara
Perbedaan paling krusial yang terungkap dalam konflik perbatasan adalah kemampuan tempur udara. Kamboja berada dalam posisi sangat rentan karena tidak memiliki jet tempur aktif sama sekali.
Angkatan Udara Kamboja hanya diperkuat sekitar 1.500 personel dan mengandalkan 25 unit pesawat militer (menurut GFP), yang sebagian besar terdiri dari 10 pesawat angkut, 10 helikopter angkut, dan 16 helikopter multirole (termasuk enam Mi-17 era Soviet dan sepuluh Z-9 buatan China).
Sebaliknya, Thailand memiliki kekuatan udara yang jauh lebih superior dan mematikan:
- Personel Angkatan Udara: 46.000
- Total Pesawat Tempur: 112 unit siap tempur.
- Armada Utama: 28 F-16 dan 11 Saab Gripen.
Dominasi udara ini memberikan Thailand keunggulan strategis dan kemampuan untuk melancarkan serangan presisi, seperti yang terjadi dalam insiden terbaru di perbatasan.
Alutsista Darat dan Fokus Kekuatan
Meskipun secara keseluruhan kekuatan Thailand jauh di atas Kamboja, data GFP memperlihatkan kontras yang menarik di sektor darat:
- Tank: Kamboja memiliki 644 unit, sedikit melebihi Thailand yang memiliki 635 unit.
- Peluncur Roket: Kamboja unggul jauh dengan 463 unit, berbanding hanya 26 unit milik Thailand. Fokus Phnom Penh pada artileri dan kekuatan tembak berbasis darat terlihat jelas.
Namun, Thailand kembali unggul telak dalam kendaraan tempur lapis baja (APC/IFV) dengan 16.935 unit, berbanding 3.627 unit milik Kamboja. Analisis menunjukkan bahwa sebagian besar persenjataan Kamboja merupakan sistem lama era Soviet, meskipun telah mendapat modernisasi terbatas melalui bantuan militer dari Tiongkok. Sementara itu, kekuatan bersenjata Thailand, meskipun besar, digambarkan memiliki masalah modernisasi yang tidak merata dan kendala pengadaan platform baru.
Kekuatan Laut
Dalam matra laut, Thailand juga menunjukkan keunggulan komprehensif:
- Personel Angkatan Laut Thailand: Hampir 70.000 personel, didukung Korps Marinir berkekuatan 23.000 personel.
- Armada Thailand: Satu kapal induk, tujuh fregat, 68 kapal patroli, serta armada udara angkatan laut dan UAV.
- Armada Kamboja: 2.800 personel, 13 kapal patroli, dan satu kapal pendarat amfibi.
Ketimpangan kekuatan militer ini menempatkan Kamboja pada posisi negosiasi yang lemah dan berisiko tinggi dalam setiap eskalasi konflik perbatasan, khususnya ketika Thailand memilih menggunakan kekuatan udara mereka.



