Komodifikasi Ketegangan di Selat Taiwan: Ketika Keamanan Berubah Menjadi Layanan Berlangganan
Ekonomi - Internasional

Respon Cepat Pemerintah Terhadap Dinamika Dagang: Menko Airlangga Bertolak ke AS Selesaikan Kesepakatan Strategis

Pemerintah Indonesia mengambil langkah diplomatik agresif dengan mengirim Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, ke Amerika Serikat (AS). Misi utama kunjungan ini adalah memfinalisasi rincian kesepakatan dagang bilateral yang sempat diisukan mengalami hambatan dan perbedaan pandangan di meja negosiasi. Langkah ini menjadi bukti komitmen Jakarta dalam mengamankan akses pasar internasional, terutama di tengah fluktuasi kebijakan perdagangan global.

BACA JUGA : Komodifikasi Ketegangan di Selat Taiwan: Ketika Keamanan Berubah Menjadi Layanan Berlangganan


Misi Finalisasi dan Target Pengecualian Tarif

Menko Airlangga dijadwalkan bertemu dengan jajaran pejabat dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR). Agenda utama dalam pertemuan ini adalah menuntaskan aspek teknis terkait kesepakatan penurunan tarif impor produk Indonesia oleh AS, yang direncanakan turun drastis dari 32 persen menjadi 19 persen.

Satu poin krusial yang diusung oleh delegasi Indonesia adalah pengecualian tarif untuk komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) beserta turunannya. Mengingat CPO adalah pilar ekspor nasional, keberhasilan negosiasi pada sektor ini akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Sebelumnya, Washington telah memberikan pengecualian untuk beberapa produk pertanian lain seperti kopi dan kakao, sehingga Indonesia kini memfokuskan sisa daya tawar pada sektor sawit.

Menepis Isu Kegagalan Negosiasi

Keberangkatan Airlangga ke AS juga berfungsi sebagai jawaban atas spekulasi yang berkembang di Washington. Sejumlah pejabat tinggi AS, termasuk Menteri Keuangan Scott Bessent, sempat menyuarakan kekhawatiran bahwa Indonesia mulai enggan melanjutkan beberapa komitmen yang telah disepakati pada Juli lalu. Munculnya narasi bahwa Indonesia “menarik diri” dari komitmen awal sempat menimbulkan ketegangan di kalangan pelaku usaha.

Juru Bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto, menegaskan bahwa dinamika berupa perbedaan pendapat dalam sebuah negosiasi skala besar adalah hal yang lumrah. Pengiriman utusan tingkat tinggi ini menegaskan bahwa Indonesia tidak menarik diri, melainkan sedang memastikan setiap butir kesepakatan memberikan keuntungan timbal balik yang adil.

Struktur Kesepakatan: Imbal Balik Strategis

Kesepakatan dagang yang dirancang sejak Juli lalu ini memiliki struktur pertukaran yang sangat luas:

  1. Komitmen Indonesia: Jakarta setuju untuk menghapus tarif pada lebih dari 99 persen produk asal Amerika Serikat. Selain itu, Indonesia berkomitmen menghapus hambatan nontarif bagi perusahaan AS serta meningkatkan impor di sektor energi, produk pertanian, dan pesawat terbang senilai miliaran dolar AS.
  2. Komitmen Amerika Serikat: Sebagai imbalan atas pembukaan pasar tersebut, AS akan memberlakukan tarif rendah sebesar 19 persen untuk produk-produk Indonesia, yang diharapkan dapat mendongkrak daya saing barang ekspor kita di pasar Amerika.

Presiden Donald Trump sebelumnya menyambut kesepakatan ini sebagai langkah besar bagi sektor otomotif dan teknologi AS. Sementara itu, pihak Indonesia berharap perjanjian formal ini dapat segera ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump pada tahun depan.

Menekan Defisit Perdagangan AS

Faktor pendorong kuat di balik negosiasi ini adalah data dari USTR yang menunjukkan defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia mencapai 17,9 miliar dolar AS (sekitar Rp 299 triliun) pada tahun 2024. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 5,4 persen dibanding tahun sebelumnya. Dengan kesepakatan baru ini, Washington berharap dapat memperkecil celah defisit tersebut melalui peningkatan ekspor produk-produk unggulan mereka ke pasar Indonesia yang sedang berkembang.

Kesimpulan

Kunjungan Menko Airlangga Hartarto ke Amerika Serikat menjadi momentum krusial bagi masa depan hubungan ekonomi kedua negara. Di satu sisi, Indonesia berupaya memulihkan kepercayaan mitra dagangnya pasca munculnya isu ketidakkonsistenan negosiasi. Di sisi lain, misi ini membawa harapan besar bagi para petani sawit dan pelaku industri ekspor agar produk Indonesia bisa bersaing lebih kompetitif di pasar negara adidaya tersebut.